Minggu, 07 April 2013

My Shit Thinking of Heaven


Ini adalah unek-unek gue sejak pertama kali kenal dengan apa yang namanya Surga. Kalo gak salah sekitaran kelas 2 SD, terus pertanyaan ini pernah muncul lagi saat gue SMP, muncul lagi saat gue SMA, serta sekarang. Saat gue sudah menginjak bangku kuliah.

Bukannya gak percaya dengan apa yang namanya surga dan apa yang namanya neraka, bukan juga meremehkan ciptaan Yang Maha Kuasa. Namanya juga manusia, selalu tidak puas dengan apa yang diketahui, selalu ingin mencari dan memastikan semua itu.

Gue ingat sewaktu kecil, ketika disuruh tidur siang, gue pura-pura tidur sampai mama yang menemani gue tertidur, lalu gue bangun dan memandangi kaca kamar. Gue liat sekitaran rumah dari kaca kamar mama, sedangkan mama masih lelap tidur siang di sampingku. Gue liat teman-temanku main kelereng di depan, terus ada ibu mondar-mandir di jalan. Para lelaki yang hanya duduk-duduk di depan rumah mereka. Itulah aktifitas gue sewaktu kecil jika disuruh tidur siang, hanya berdiam memandang keluar sampai mama terbangun. setiap hari, monoton memang.


Dari sanalah saya mulai berpikir kalau hidup ini terlalu monoton. Sekolah, pulang, sekolah, pulang, hanya untuk mendapat ilmu. Ilmu yang diinginkan.
Orang tua bekerja, pergi ke kantor, pulang ke rumah, berangkat lagi, pulang lagi, hanya untuk mendapat gaji. Gaji yang diinginkan.

Kita beribadah, salat, puasa, zakat, salat, puasa, zakat, hanya untuk mendapatkan surga. Surga yang diinginkan. Memangnya apa istimewanya surga?

Mama, Papa, Nenek, Kakek, Guruku, bahkan orang terdekatku selalu bilang “Di surga kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan, kita mau ini ada, kita mau itu ada, semuanya ada”

Dari sanalah ketakutan gue mulai muncul. Di dunia saja melakukan kerja keras demi apa yang kita inginkan saja sudah monoton, apa lagi di surga yang semuanya sudah ada.

Gue takut kalau hidup di surga  itu gak ada iramanya, gue takut hidup di surga itu gak ada warnanya, gue takut di surga itu hidup hampa. Karena apa? Karena apa yang kita inginkan sudah ada. Gak perlu capek-capek bekerja untuk mendapat gaji terus baru bisa beli beras, gak perlu lagi bekerja untuk mendapat gaji terus bisa beli rumah dan sebagainya. Semuanya sudah ada, tinggal kita pilih saja mau yang mana. Jadi kita hanya menikmati dan  mendapatkan semua yang kita inginkan, selamanya, kekal abadi.

Selamanya kita menikmati apa yang kita inginkan di surga, selamanya, berarti itu kekal. Kalau kita mau ini, selama di surga itu bakalan dengan mudah datang kepada kita, kita mau apa saja dengan mudah akan menjadi milik kita.

Kalau kita selalu dan selalu hidup abadi di surga, bukankah lama kelamaan kita akan merasa bosan. Bukankah dalam ilmu ekonomi itu ada istilah yang maknanya tingkat kepuasaan konsumen terhadap suatu barang atau jasa jika dikonsumsi terus menerus kelamaan akan menurun. Sedangkan kita di surga kekal, yang berarti selamanya kita menikamatinya. Berarti akan nada titik jenuh kita terhadap surga, karena selamanya kita disana. asli, gue takut ketika itu benar-benar terjadi.


Namun dibalik itu semua, gue akan merubah pola pikir saya mengenai surga jika ada yang mampu menjawab dengan membuat hati gue puas. Karena gue akui jika ini salah besar, meski gue gak tahu dimana letak kesalahan gue.

Gue pernah mengutarakan hal ini kepada mama. Namun bukanlah jawaban yang gue terima, melainkan isak tangis mama. Mama bilang gue mau meninggal karena membicarakan hal-hal mengenai tujuan akhir setelah meninggal. Katanya mungkin gue udah punya feeling duluan mengenai ajal.

Pernah juga gue nanya sama seorang guru, gue Tanya “Di surga itu ujung-ujungnya membosankan gak?” Bukan jawaban yang memuaskan didapat. Hanya jawaban yang mengatakan bahwa di surga gak bakalan membosankan.

Sewaktu kuliah ini, gue tanya bibik gue yang udah gue anggap kayak orang tua. Namun gue disangka murtad karena tidak mempercayai kekuasaan Allah. Lah emang gue salah nanya kayak gitu?


Gue emang pernah sewaktu kecil mau pindah agama, karena ada satu agama yang mengenal istilah reinkarnasi. Sehingga gue berpikir kalau gue meninggal entar, hidup gue gak bakalan monoton, karena gue bakal menikmati hidup sebagai kupu-kupu, sebagai kucing, dan seluruh binatang bakalan gue rasakan kehidupannya. Karena gue bakalan reinkarnasi menjadi mereka semua. Namun gue berpikir lagi, ketika seluruh kehidupan binatang telah gue rasain, gue bakalan jadi apa? lenyap begitu sajakah? That shit!


Pernah juga gue gak mau punya agama apa-apa, atheis. Selama seminggu gue secara diam-diam tidak mempercayaai Tuhan. Entah mengapa, hati ini seperti hampa. Hidup itu kayak berjalan tapi gak tahu arah, seperti kapal tanpa nahkoda.

Bahkan sampai ada keajaiban sewaktu itu. Waktu itu gue mainin bensin di bawah rumah tetangga sebelah, gue masukin bensin ke dalam cawan kecil terus gue bakar. Namanya juga masih kecil. Jadi apinya besar banget, mungkin setinggi lutut, mana rumah tetangga itu dari kayu, terus di dekat api itu banyak bekas serutan kayu bekas di sugu. Asli ketakutan, sampai tanpa pikir panjang gue siram bensin tadi dengan air. Dan….apinya bukannya mengecil malah membesar setinggi pusar, parahnya lagi si air mengalir ke serutan kayu tadi, terjadilah api yang besar. Di sanalah gue ingat kalau ada Tuhan, gue do’a dalam hati sambil berjanji “Ya Allah, tolong matike apinye Ya Allah, agek kebakaran rumah gede wik ya Allah, agek aku pecaye kalu Allah tu memang ade”

Sebuah keajaiban terjadi, datanglah angin yang tidak begitu kencang dan api tadi langsung padam, bahkan di dalam cawan berisi bensin. Dari sana gue percaya Tuhan itu ada, percaya Tuhan itu Allah.

Hanya saja, gue belum mendapat jawaban akan kenikmatan seperti apa yang di ada di surga, sehingga kita tidak bosan dengan kekekalan di sana. Bukan berarti gue menginginkan neraka.









penulis adalah remaja ababil yang masih butuh seorang pembimbing yang mempunyai wawasa luas mengenai agama yang bisa merangkap sebagai seorang teman tanpa mengurangi rasa hormat jika ia lebih tua dari penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar