Minggu, 01 Desember 2013

Putih putih



Jika malam ini putih, mawar putih...
Mampukah malam ini menjadi sandaran kecil ketika putih itu terhampar angin kecil yang melalui nya
Mampukah malam itu menjadi pelabuhan kecil ketika putih itu tak berdaya di antara segelintir debu
Mawar putih itu tak kan pernah tau kapan dia akan tidur
Dia tidak mengenal bintang dan matahari
Dia hanya tau jikalau malam itu mampu memeluk tangkai duri menjeritu


Andai malam ini aku, mungkin kau satu satunya yang mampu memberi cerah untuk itu. Sederhana, tapi berguna
Juga tentang kebahagian. Kadang kitua lupa bagaimana tertawa lepas, tapi darimu, aku mampu
Karena sedih lebih hebat dari kamu. Datang menyelinap, menuai rasa. Karena senyap lebih bergemuruh dari kamu
Tentang aku, kamu, dan sekumpulan senyap dalam sepi. Bukankah kamu bisa menyulap sedih menjadi bahagia?

Sedih?  Engkau berkata sedih
Mampukah engkau mengatasi hamparan ombak yang mampu menjongkrokan aku ke sana? .

Lantas, apa harus aku yang melingkari lengan ini menyemangatimu

Engkau yang menjongkrokan aku ke lautan biru
Maka engkau pula yang akan menyambut kembali tanganku?
Engkau yang mendorongku ke jurang debu
Engkau pula mengulurkan tangan untuk membantuku

Hari ini ku tanam namamu. Walau hanya setangkai mawar putih. Lebih dari cukup untuk mewakilkan

Aku lelah selalu bertanya
Bagaimana kau menanam namamu di hatiku
Hingga waktu tak mampu mengikis- habis guratnya
Dan lihatlah aku tak mampu menulis nama baru di
ingatan
Sungguh aku tak menyesal mengenalmu
Walau luka yang kau tinggalkan masih menyisakan
genangan anyir darah
Yang kini mulai bernanah

Engkau tau, 1 bintang jauh di sana?
Dia hadir hanya untuk menemaniku ketika engkau memelukku dengan sebuah duri kecil
Putih itu mampu membuat ku buta akan hituam nya lautan itu
Engkau tau? 
Luka yang ternama itu mampu dibersihkan oleh putih
Dia yang selalu menutupi merah di mataku

Jika hanya setangkai mawar putih itu bisa melengkungkan senyummu. Sungguh itu hal sulitu untukku
Aku tak pernh melukaimu. Walau sebtas tunas duri mawar sekalipun. Memang aku yang terlahir dengan tusukan menyayat hati. Merembas ke penjuru ingatanmu. Aku harus apa?

Mengapa semudah itu engkau memberikannya
Engkau tahu?
Putih itu memang akan tetap putih
Tp putih itu akan berubah jika engkau memberinya dengan olesan nanah yang engkau selipkan

Putih. Selalu putih telontar dari ucapanmu. Terus aku cuman hitam yang bernoda di hatimu? Iya?
Kamu salah
Tidak pernah sekalipun aku menghardikmu. Menjerumuskanmu

Kamu bukan hitam
Engkau sendiri yang berkata itu
Aku hanya ingin mengadu dari serpihan yang telah membawaku ke muara hati mu

Sebongkah batu pun tak mampu merusak lukisan ingatanku tentangmu

Iya benar,  sebongkah batu tak mampu merusak lukisan itu
Semua itu akan terjadi jika kamu sendiri yang akan menghapusnya dari angin malam

Ini tentang aku dan kamu. Hanya aku dan kamu. Dengan gumpalan cinta

Angin, angin malam dengan lantunan nyanyian malam yang menyejukkan hati hingga terhanyut dan tenggelam

Hanya riuh malam yang menggambarkan kita yang dingin. Jangan harap dengan mekaran mawar putih lalu engkau menjelma ceria seperti dia.
Engkau hanya sosok dingin mengalihkan malam ini

Mulut tak berbahasa
Tangis tak berair
Kaki pun tak melangkah
Semua itu akan terjadi jikalau engkau hadir dengan segenggam mawar putih
Yang engkau taburkan di hati ini
Hati yang terlanjur hanyut di dalam lautan labirinmu

Tak ada kata yang tersisa di simpang jalan
Tak ad malam yang putih tanpa senyuman yang cerah
Tak menjadi suatu kertas tanpa pohon

Pantaskah aku menjelma untuk membantumu bangkit? Tidak akan pernah ada kata pantas dalam benakmu. Aku licik mencuri kamu, hingga hatimu

Belajar purapura lupa hingga benarbenar lupa mungkin berakhir lupa, tapi lukisan itu akan tetap menjadi lukisan yang terindah dan kata2 diawal hanyalah sebuah klise penutup luka yang tak berujung

Putih kan tetap di hati
Sampai kelak hati ini menemukan putih putih dan putih
Hanya nama engkau yang mampu dan pantas bersandar di bagian terkecil hati ini

Anda tahu tuan putri. Aku ini hanya sosok mahasiswa dengan pagi menunggu. Kamu tahu itu? Selayaknya engkau bertanggung jawab bukan hanya karena mawar putih, ataupun sebongkah batu, atau juga kertas menjadi pohon. Aku hanya mahasiswa yang entah kliseny dimana.
Wahai tuan putri. Tanggung jawablah engkau akan aku dan pagi menyongsong

Tanggungjawab? Apakah kata itu pantas terucap saat dirimu sendiri tak mampu bertanggung jawab atas dirimu? Apakah ini menjadi lemah tak brujung?

Jika aku sekarang putri di mata mu
Maka dahulu aku apa?
Segelintir debu yang menempel di dinding kusam
Pagi memangg kan datang, tapi aku akan tetap berada disini. Kenapa? Jangan tanya kenapa dan untuk apa, cukup diam dan bahagia.
Mari kita berbaring dan terhanyut di kegelapan malam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar